Sepatu-Sepatu Sneaker-ku

Terinspirasi dari Presiden Joko Widodo yang suka baju putih, celana jeans biru atau celana kain hitam, dan sepatu sneaker, aku juga jadi suka barang-barang tersebut. Tapi, kali ini aku mau bahas sepatu dulu, khususnya sneaker yang lagi sering kupakai.

1. Adidas: Cloudfoam (Cf) Refine Adapt, hitam. Ukuran 36,7 Euro; 22,5 cm, 4 UK; 5,5 US.

Ini ringan banget, lentur, dan nyaman. Ada bagian karet yang menyelimuti punggung kaki berkesan lebih sporty. Sepatu Adidas

Beli harga Rp. 800.000 di Planet Sport Margocity Mall. Produk ini keluar 4 warna; hitam, putih, biru muda, dan krem, didesain khusus perempuan. Saat di display hanya ada hitam dan putih. Aku pilih hitam. Kenapa? Suka aja. Oh ya, di bagian jaring-jaring agak khawatir mudah sobek, tapi ternyata kuat. Produk Adidas terjamin kualitasnya. Untuk dipakai menempuh komuter sekian kali keinjak, tetap oke.

Kupikir orang di lingkaranku belum ada yang pakai ini, tapi pas naik komuter pernah ketemu cewek yang duduk di depanku pakai produk persis sama, miliknya warna putih. Kami duduk berhadapan, kembar sepatunya, cuma beda warna. Elaaah.

Sekarang di toko online ada yang diskon, bisa dapat harga Rp. 620 ribu. Di web resmi Adidas Indonesia, tetap 800 ribu. Aku beli saat harganya normal, hiks. Gpp, wong duitku turah-turah. Haha. Nggaya. Yang penting ini dibeli pakai uang hasil kerja keras sendiri.

Belakangan alhamdulillah lagi longgar buat fashion dan tetap nabung buat traveling. Tadinya kan nabung buat beli laptop tertentu yang harganya nganu, tapi ternyata ada laptop yang lebih menarik dengan harga lebih rendah, jadi uang turah-turah. Huehehe. Kalau buat infaq, amal, dan sadaqah tidak perlu dipamerkan yak. Ups.

Menurutku, beli gudget tidak perlu ngincer yang harga selangit karena gawai cepat update, mudah bosan, dan sering ganti. Laptop atau HP dipakai 3 tahun, pasti ingin ganti. Beli sesuai kebutuhan saja. Lagian aku pakai laptop hanya untuk ngetik dan ngedit poto sederhana, serta software-software ringan untuk kerja, nggak perlu spesifikasi tinggi. Tapi, kalau mau beli mahal juga gpp sih, wong duit hasil kerja sendiri. Mahal atau murah relatif ding, tergantung kemampuan. Hehe. Eh, malah bahas laptop, kembali ke sepatu.

2. Hush Puppies: Chazy Dayo in Pure White Leather. Ukuran 36 Euro; 22,5 cm; 3 UK; 5W USA.

Panjang amat namanya. Produk desain ini sepertinya hanya keluar warna putih. Ringan dan nyaman. Pas banget di kaki, enak buat jalan. Bagian lidah belakang mudah kotor, tapi gpp. Bagiku kotor dikit semacam itu malah berasa lebih berkarakter karena agak belel itu penanda telah menempuh jalanan tangguh dalam hujan, panas, dan debu. Eaaa.  IMG_20190328_080324

Beli harga Rp. 1.119.000 di gerai Hush Puppies Margocity Mall saat ada diskon 30% hanya beberapa hari. Harga asalnya Rp. 1.599.000.

Sebenarnya awalnya ke Hush Puppies mau beli hoodie yang pernah kuincer. Tapi sudah nggak ada, jadi malah beli sepatu saja. Aku mah orangnya gitu, kadang niatnya cari apa, belinya apa. Haha. Nggak selalu lah. Kebetulan lagi pingin sepatu kasual putih. Memang mudah kotor, tapi karena suka, jadi membersihkannya pun dengan bahagia. Halaaah.

3. Nike: Nike Air Max Dia, warna merah jambu. Ukuran 36,5 Euro; 23 cm; 3,5 UK.

Empuk, ringan, nyaman, hak 3 cm. Lumayan bikin badanku yang mungil jadi lebih tinggi. Haha. IMG_20190325_174607Model ini ladies only, keluar beragam warna, dengan komposisi warna yang oke banget. Selancar IG pakai kata kunci tagar #nikeairmaxdia muncul kece-kece. Release produk paling awal kayaknya di Berlin Januari 2019.

Beli harga Rp. 1. 649.000 di gerai The Althlete’s Foot, Grand Indonesia Mall. Lagi nggak diskon. Gpp, uangku lagi turah-turah. Widiiih. Maksudku, lagi ingin memberi hadiah buat diri sendiri biar lebih semangat bekerja. Huehue.

Saat itu di gerai hanya ada hitam dan pink, padahal ada warna yang lebih kece di IG, yang garis bagian bawah warna oranye. Itu mantep banget. Tapi, kalau di Jakarta bisa didapat di mana, aku nggak tahu. Jadi pilih pink. Sebelumnya memang kepikiran cari sneaker pink, baru ini nemu yang cocok.

Baiklah, sebut tiga merk cukup ya, nggak enak kalau kebanyakan. Wakaka. Kebetulan kok produk luar semua. Jadi malu sama Pak Jokowi. Beliau saja dengan bangga pakai sneakers produk lokal yang harganya di bawah sejuta. Beliau pernah pakai sneaker Brodo pas naik moge. Brodo itu brand lokal yang produknya keren, tapi sepertinya khusus buat cowok. Ukuran terkecil 39. Nggak available buat kakiku. Pak Jokowi juga pakai sepatu lokal merk NAH sampai 3 warna: putih, hitam, dan merah dengan harga berkisar 500an ribu rupiah. Kualitasnya nggak kalah bagus dengan produk internasional.

Aku rakyat jelata biasa, kelas pekerja dan pemikir di ibukota, pakai sepatu lebih mahal dari yang dipakai presiden. Ckck. Haha. Aku yakin banyak anak milenial kayak aku. Tentu saja tidak masalah. Namanya selera tak bisa dipaksa. Uang hasil jerih payah sendiri tentu saja bebas dibelanjakan apa saja. Aku cuma mau bilang, Presidenku memang sosok luar biasa: sederhana, rendah hati dan inspiratif. Pak Jokowi sadar, apapun fashion yang dipakai beliau akan mendadak laris di pasaran. Karena itu, belakangan ia memakai fashion yang bisa memperkuat produk lokal. Seperti sepatu dan jaket. Tepuk tangan! Baiklah, lain waktu aku akan pakai sepatu produk lokal bermutu baik dan membuat review.

Kuningan Jakarta, 28 Maret 2019.

Advertisement

Leave a comment

Filed under Conservation

Gak Bisa Tidur 44 Jam

Ini rekor terlama aku terjaga. Bukan karena banyak pekerjaan, melainkan karena habis banyak baca dan anehnya nggak ngantuk sama sekali. Badanku lemas sampai tangan agak kiri tremor, tapi uniknya justru pikiran tenang dan sama sekali gak pusing. Cuma nggak bisa dibohongi kalau ada kecemasan kecil, cemas tapi nggak ngantuk.

Apa Yang Bisa Kulakukan?
Aku hubungi sahabat keadaan ini untuk berbagi aku mungkin insomnia. Memastikan aku punya teman bicara, ada ketenangan tersendiri. Aku tiduran dan merem, sambil mendengarkan musik instrumen seperti Relaxing Sleeping Music. Kedua kaki kunaikkan maksimal ke tembok biar lelah. Kalau dinaikan tanggung, aku bisa tertidur sampai pagi dengan kaki di atas. Meski nggak selalu, lebih sering tidurku nggak pindah posisi, nggak gerak sampai pagi. 🙂

Benar saja, setelah dinaikkan tinggi, kakiku lelah dan sekilas ngantuk. Ngantuknya aneh, langsung mimpi yang mengagetkan. Semacam tindihan. Jadi malah terteror. Aku baca-baca doa untuk tenang. Lalu, tertidur sampai pukul 5.15 pagi.

Apa yang membuat aku terjaga? Mungkin karena aku terngiang-ngiang usai baca blog seseorang. Aku baca semua tulisannya di blog tentang depresi. Aku baca pelan-pelan, baik-baik, dan ikut merasakan beragam emosi di sana.

Kenapa tertarik baca semuanya?
Kalau aku betah menyimak tulisan panjang seseorang, itu artinya tulisannya memang menarik. Ia curhat secara terstruktur tentang sesuatu yang “menyeramkan”. Kisahnya ingin bunuh diri saat studi di negeri orang, lalu diulangi saat kembali ke tanah air. Tapi beruntungnya, ia gagal. Satu kunci yang perlu diingat, ia terselamatkan karena saat pikiran itu datang, ia mencari teman bicara.

Kondisi batin seorang yang sedang mengalami depresi itu biasanya sensitif. Dia bisa menceritakan dengan runtut dan merespon sekelilingnya dengan rapi, elegan, dan rendah hati. Tak ada amukan ataupun sinis melihat hidup. Ia bahkan, menawarkan kepada siapa saja yang depresi dengan tangan terbuka untuk bisa menjadi teman berbagi. Sejatinya ia memiliki hati yang hangat. Semoga Tuhan memberkarti.

Dia depresi dan berpikir bunuh diri justru setelah baru saja wisuda master dari salah satu universitas di Eropa. Dengan segala pencapaian yang diraih, ia sendiri mengakui tak bisa menghentikan rasa depresinya.

Depresi memang kompleks dan bisa menyerang siapa saja. Sementara itu, tidak semua orang yang dilanda depresi mau terbuka, lebih suka menyimpan sendiri karena khawatir stigma negatif.

Mereka khawatir karena kebanyakan masyarakat kita memang belum sensitif masalah ini. Padahal mereka butuh dimengerti. Kita mustinya bisa berempati atau menguatkan, minimal tidak menghakimi. 

Aku barangkali terlalu menjiwai, terngiang-ngiang yang dia ceritakan sampai nggak bisa tidur. Bukan cuma kisahnya, juga komentar-komentar pembacanya yang juga berbagi tentang keadaan depresi mereka masing-masing. Semua seperti berlarian keras di kepalaku. Aku jadi makin mengenal diriku, untuk hal-hal tertentu yang sangat menyedot perhatian bisa “terpengaruh”. Hal lain, seperti usai nonton film hantu, sebulan nggak bisa tidur sendiri. Untung dulu di kos banyak teman, tiap hari keliling kamar, tidur kamar teman atau minta teman tidur kamarku. Gitu terus sampai sebulan. 🙂

Setelah tulisannya bikin aku terjaga 44 jam, apakah kemudian aku menjadi takut padanya? Sama sekali tidak. Aku malah berencana ingin bertemu dengannya untuk ngobrol. Ia di Jakarta dan kemungkinan besar bisa jumpa.

Kembali soal tulisannya yang berkisah pengalaman empirisnya mau bunuh diri. Aku menyimak beragam perasaannya dan analisisnya karena tertarik mengenai kesehatan masyarakat. Aku pernah memakai sepatu yang serupa, bukan perkara ingin bunuh diri sih, melainkan soal tidak bisa mengendalikan kecemasan karena aku pernah Panic Attack. Seperti tersedot ke lorong gelisah dan warna dunia seperti tak menarik lagi.

Dari uraiannya aku menjadi lebih memahami lagi kompleksnya jiwa manusia dan pada akhirnya lebih mengenal diri sendiri.Menambah pengetahuan bagaimana mengambil sikap untuk diri dan orang yang menderita depresi. ❤

Depok, 14 Agustus 2017 dini hari 00:57

Leave a comment

Filed under Conservation

Masalah-Masalah Rumah Tangga

Sekian kali dicurhati masalah rumah tangga oleh beberapa teman. Aku berbagi di sini tentu tak akan menyebut nama. Kucatat agar menjadi pelajaran buatku atau siapapun yang membaca. Aku coba melihat secara objektif dari kacamata luar.

Seringkali kita melihat sebuah rumah tangga tampak semua baik-baik saja. Suami suka posting foto anak dan istrinya yang bahagia di media sosial. Padahal, saat bersamaan, istri curhat rumah tangganya sedang dilanda penuh masalah. Kita hanya bisa melihat kulitnya hingga salah satu cerita kedalamannya.
Kucatat beberapa masalah di antaranya;

Pertama, perselingkuhan suami. Penyebabnya:
1. Suami bertemu cinta lama yang belum selesai. Dulu, suami putus sama mantan karena dipaksa orangtua. Masalah mereka belum selesai. Ketika dalam pernikahan istri harus terpisah kota untuk menempuh pendidikan lagi, suami bertemu mantan yang masih satu kota, perselingkuhan itu terjadi. Mantannya seorang janda. Parahnya, perselingkuhan itu sampai membuat si mantan hamil.
Pesan moral: Berjauhan dengan istri, seringkali mendorong lelaki mencari pelampiasan kebutuhan seksnya. Jadi, seandainya si suami memang tak sanggup menjaga diri, suami istri seharusnya selalu bersama. Ketika terpaksa harus pindah untuk sekolah lagi, salah satu harus ikut.

Ini barangkali terkesan bias. Tapi pada kenyataannya demikian, perempuan umumnya lebih bisa menahan/mengelola kebutuhan biologisnya ketimbang lelaki.

Pesan moral kedua: Sebelum menikah, pastikan perkara-perkara masa lalu terkait mantan harus sudah selesai.

2. Selingkuh dengan teman yang lebih menarik dan pintar.
Saat pernikahan sudah melewati 5 tahun pertama, si istri yang tak berkarier sibuk mengurus anak-anak. Si istri, dulu lulus kuliah belum sempat kerja atau meniti karier, saat masuk rumah tangga tidak punya ketrampilan khusus, sehingga tak tahu harus meningkatkan skill apa atau membangun pergaulan mulai dari mana. Bertahun berkubang di rumah dan masalah anak-anak. Suami merasa istrinya tak bisa mengimbangi intelektualitasnya dan tak menarik lagi, sehingga mencari teman curhat yang setara di luar. Atau, barangkali si suami bukan bermaksud selingkuh, hanya ingin ngobrol dengan teman yang nyambung, sedangkan si istri terlalu mudah curiga karena kurang paham pergaulan kerja di luar sana.
Pesan moral: Untuk suami mustinya menyadari bahwa istri tak bisa berkarier karena dulu lebih memilih menikah dengannya dan sibuk mengurus anak-anaknya. Mendidik dan mengembangkan kepribadian istri mustinya jadi tanggungjawab si suami juga.
Untuk istri, biarpun jadi ibu rumah tangga, harus punya skill yang positif dan tetap update pengetahuan.

Kedua, masalah ekonomi.
1. Istri Berharap Lebih
Ini sering terjadi karena sebelum menikah tidak ada pembicaraan masalah gaji. Istri kurang menyadari bahwa si suami gajinya tidak setinggi yang dia bayangkan. Perempuan itu berbeda-beda. Banyak yang baru merasa eksis kalau baju, sepatu, dan tasnya bagus dan berkelas. Sehingga ketika si suami tak mampu memenuhi gaya hidupnya, rumah tangga goyah. Sedangkan si istri tak memungkinkan kerja yang berpenghasilan tinggi.

Tapi, ada juga perempuan yang menganggap baju, tas, sepatu, dan materi-materi lainnya bukan alat untuk eksis. Selagi suami sudah maksimal giat bekerja, sekecil apapun gajinya, istri bisa menerima dan mengelola dengan baik.

Mungkin ini bukan persoalan salah dan benar, hanya gaya hidup yang berbeda bisa jadi sumber masalah.
Pesan Moral: Pastikan cari pasangan yang gaya hidupnya sesuai dengan kita. Tidak harus sama, tetapi yang bisa saling memenuhi. Kadang ada lelaki yang gajinya tinggi, tapi gaya hidupnya sederhana. Dia tentu bisa memenuhi gaya hidup istrinya yang berkelas tinggi. Kadang ada juga suami yang merasa puas bisa memenuhi gaya hidup istri. Kadang ada juga istri yang terbiasa dengan gaya hidup berkelas, tetapi mau menyesuaikan dengan suaminya yang sederhana.

Ketika gaya hidup tak sesuai, sedangkan pernikahan itu telanjur terjadi dan ingin mempertahankannya, jalan keluarnya saling memahami dan menerima.

2. Suami Nggak/Kurang Bertanggungjawab
Ini kadang terjadi si suami ketika terkena pemutusan kerja di perusahaannya tidak sanggup bangkit. Dia terbiasa dengan kerja mudah dan mengandalkan warisan orang tuanya. Ketika dilanda masalah ekonomi, tak tahan banting, dan kurang gigih berusaha. Saat kehilangan pekerjaan, malah santai menikmati gaji istri tanpa berupaya keras mencari nafkah. Beberapa perempuan bertahan dengan rumah tangga seperti itu karena alasan cinta, tapi akhirnya bercerai juga.
Pesan Moral: cari lelaki yang bekerja gigih. Mungkin bukan soal berapa banyaknya gaji, tapi seberapa gigih dia berupaya mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Beberapa temanku yang dilanda masalah ini bilang, seandainya suaminya hanya memberi sejuta atau sekian ratus ribu saja sebulan, itu sudah bentuk tanggungjawab dan dihargai. Masalahnya si suami sama sekali nggak memberi, tapi terus-menerus memakai uang hasil kerja istri, terpaksa rumah tangga harus diakhiri.

Ada beberapa lagi masalah, tapi itu saja dulu. Ini catatan untukku, untuk tetap optimis menguatkan niat membangun rumah tangga. Masalah apapun mustinya bisa diatasi kalau kita bisa mengurai, kemudian melihat secara jernih mencari solusi. Mungkin tidak mudah, tapi kalau kita optimis, itu akan jadi energi positif untuk membangun kehidupan yang lebih baik.

Depok, 16 Februari 2017

Leave a comment

Filed under Activities

Ke Sana Ke Mari

Aku tak pernah serepot ini, hatiku ke sana ke mari. Tapi tak perlu khawatir tentangku, aku telah terlatih patah hati. Semua akan baik-baik saja. Cinta sejati akan menemukan jalannya sendiri.

Depok, 09 Februari 2017

 

Leave a comment

Filed under Activities

Politik dan Sastra di Turki

Malam Minggu ini ceritanya aku gabung menyimak diskusi tentang “Politik dan Sastra di Turki” yang diselenggarakan oleh media Turkish Spirit lewat Hangouts Google dan streaming di YouTube.

Ini tema menarik buatku. Karena terkait satu wilayah di Timur Tengah. Kalau membahas Tunisia atau Lebanon pun aku akan menyimak. Selain juga, sambil refreshing dari aktivitas menyuntingan naskah dan mengisi malam Mingguku yang jomblo kelabu. Wkwk. Nggak kelabu ding, mengisi malam Minggu diskusi online gini keren tahu. Haha. Membela diri. Udah ah, kembali soal Turki.

Tadi aku menyimak sambil mencatat, bikin notula. Ini catatan yang berhasil kurangkum. Belum diolah.

Pembicara pertama, Hadza siapa gitu (nanti kucari nama lengkapnya), dia bicara soal politik Turki. Lalu, ada Bernando J. Sujibto yang berbagi perkara sastra di Turki.

Politik di Turki
1. Banyak orang Indonesia tidak paham Turki, banyak dibohongi informasi tak tepat.

Bagaimana Indonesia memandang Turki? Indonesia sering memandang Turki sebagai negara Islam yang menjalankan syariat Islam. Beredar di media sosial, blog, bahkan di khotbah Jumat. Turki sejak awal dirikan sudah sebagai negara sekuler, demokratis, dan sosial. Negara yang dijalankan ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara legislatif, yudikatif, dan eskekutif. Tidak dikendalikan oleh ulama. Yang berlaku adalah hukum konstitusi berdasarkan sistem Perancis.

2. Ada anggapan Turki tak aman. Sering dirundung masalah sehingga nggak aman ditinggali.

Turki memiliki sebuah konteks yang berbeda. Turki memang sedang menghadapi masalah di perbatasan. Tapi sehari-hari orang masih hidup normal. Secara keamanan kurang stabil, tetapi kalau paham konteks yang terjadi di Turki dan bagaimana pemerintah menanggulanginya masih berjalan efektif. Dan masyarakat masih stabil.

3. Tentang pendirinya, yaitu Attaturk.

Attaturk memang figur kontroversial, tidak hanya di Indonesia, juga di Turki. Perannya cukup besar dalam revolusi Turki. Di sini masih ditemukan gambar-gambar dan patung-patungnya di Turki. Kenapa Attaturk masih dihormati dan ada gelombang Islam yang kuat, memang ada upaya pemerintah untuk propaganda sosok Attaturk. Attaturk dijadikan sebagai teladan untuk menjadi orang Turki yang ideal. Anak SD belajar mulai dikenalkan dengan karakter Attaturk.

Orang Indonesia masih menganggap buruk, Attaturk memiliki kebijakan keras sekulerisme. Sebenarnya Attaturk mencoba menerjemahkan lagi Islam dalam konteks Turki. Ketika Attaturk sedang membangun Turki sesuai dengan kondisi zaman. Saat itu masih percaya takhayul dan khurafat. Terlalu banyak percaya takdir dan kurang usaha. Itu menjadi refleksi Attaturk. Maka dia mengambil dasar sekulerisme. Mencoba memisahkan agama dan pemerintah. Agar orang tulus menjalankan agama, bukan dengan politik.

Attaturk mencoba membuat pemerintahan. Pada masa Attaaturk, orang masih salat dan baca Quran dengan cara berbeda. Misal, kalau zaman Attaturk orang lebih banyak baca Quran dengan bahasa Turki, memahami karya-karya agama dengan bahasa Turki. Attaturk mencoba mengubah agama Arab dengan bahasa Turki. Juga dengan menerbitkan buku berbahasa Turki. Kemudian dianggap berlebihan ketika membuat kebijakan azan dan salat pakai bahasa Turki. Akhirnya tahun 1950 tentang sekulerisme melunak.

Orang Asia Indonesia sering menganggap Attaturk meninggal tidak diterima bumi dan bukan dalam keadaan Islam. Oleh sejarawan di Turki, Attaturk masih dianggap muslim, meskipun disalatkan oleh sedikit. Jasadnya dipajang di museum sekian tahun, jasadnya dihadapkan ke arah Ka’bah.

4. Kebangkitan Islam di Turki.

Sejarahnya panjang dan sekarang masih berlanjut. Sejarah sangat kompleks sampai Turki menjadi negara yang menerapkan syariah. Menjadi negara yang memajukan Islam dan ekonomi Islam.

Bagaimana Turki bangkit sebagai sebuah negara yang membawa identitas Islam? Karena sudah memiliki modal itu ketika berperan sebagai Kesultanan Usmani. Itu semacam tersimpan dan dibangkitkan lagi. Banyak orang dari berbagai jamaah, saat itu sekulerisme sudah nggak begitu kuat. Adanya bentuk pelayanan ulama kepada masyarakat. Ini kemudian Turki secara domestik dan pendidikan membaik. Ini memungkinkan orang Turki mempelajari lebih baik lagi tentang Islam. Semakin banyak modal yang dimiliki umat Islam dan ulama, partai-partai Islam lebih maju lagi. Kombinasi kerjasama antara pengusaha dan ulama berperan dalam bangkitnya Islam. Sejak itu terus maju.

Tanya jawab:
Jawaban Hadza,
Terkait perubahan sistem pemerintahan di Turki. Tidak semua setuju dengan sistem presidensial, diubah dari parlemen. Karena akan melanggengkan sistem yang tidak sehat. Ini akan membatasi orang Turki melakukan koreksi terhadap penguasa. Manakah sistem yang cocok, parlementer atau presidensial, perdebatan menarik. Ini diserahkan ke orang Turki. Dengan ini, orang Turki akan mempelajari politik dengan lebih baru, terutama agar tidak tersentralisasi oleh satu orang.

Terkait penerapan syariat, misalnya tentang aktivitas kerja kurang memperhatikan waktu salat. Namun belakangan, kebanyakan universitas di Turki, dosen mulai menjadwalkan kuliah menyesuaikan waktu salat.

Mengenai daerah perbatasan, ada pengamanan intensif, relatif aman, misal di daerah Urfah. Di beberapa daerah lain, seperti Hakkari tidak aman. Meskipun dibangun dinding pembatas antara Turki dan Suriah, tapi belum dipastikan aman.

Terkait bagaimana pemerintah memperlakukan sekte-sekte Islam.
Jawaban Hadza: pelarangan jamaah Gullen atas alasan politik.

Menurut BJ, selain Islam, agama lain tidak dianggap resmi. Kayak kementerian agama hanya untuk Islam. Seperti Yahudi tidak berkembang. Tetapi segala kepercayaan dilindungi. Untuk sekte-sekte khusus, underground. Pemahaman Islam di Turki sangat tertutup. Di luar Ankara secara jelas bisa ditemukan, dengan tegas menolak sempalan-sempalan yang dianggap sesat.

Sastra di Turki

Hadza: Sastra di Turki banyak terkait dengan politiknya. Banyak sastrawan merefleksikan politik Turki. Pada masa sastra awal Turki modern dan era berdirinya Republik Turki, ada nama-nama seperti Khaled Khadifar (gimana cara nulisnya? Googling namanya gak nemu profilnya. Atau aku salah dengar/penulisan namanya ya?), seorang wanita yang bukunya menginspirasi Soekarno.

BJ: Terkait salah satu penulis Turki Orhan Pamuk. Pamuk itu artinya kapas, putih. Dia imigran kulit putih, keluarga kaya, pemikirannya sangat Eropa. Pemikirannya dalam kalangan kelas menengah. Sebenarnya Pamuk tidak benar-benar dibenci. Setelah dia menyebut nenek moyang Turki, Ottoman membunuh atau melakukan genosida. Orhan Pamuk salah satu yang menyebut itu. Dari situ muncul kebencian. Pamuk tidak bisa dikatakan sebagai novelis yang bernafas Turki. Pemikirannya kebarat-baratan

Pamuk sekarang mulai diterima. 2005-2010 masa kelam Pamuk, banyak ancaman bunuh. Meskipun demikian, dilindungi negara. Dia dikasih bodyguard oleh negara. 2006 mendapat hadiah Nobel Sastra.

Tuduhan kenapa orang Turki benci Pamuk karena dia menyentuh isu sensitif Armenia. Bisa dibunuh. Bukan hanya di bawah pemerintah AKP/Erdogan.

Terkait sastra oleh penulis-penulis perempuan di Turki.
BJ: konstelasi potret sastra di Turki memang dalam, tidak terkejut dibahas oleh banyak orang. Saya tidak terlalu detail membaca sastra perempuan di Turki. Sepertinya ada anak Hatta terinspirasi dari penulis Turki.

Buatku ini diskusi menarik. Kendalanya teknis, suara yang kadang timbul tenggelam saat streaming, kadang jelas, kadang cempreng lirih. Bagian akhir diskusi, aku kurang menyimak, sebenarnya bisa dicek ulang di YouTubenya. Tapi, aku belum sempat, karena pasti perlu waktu agak panjang. Ini saja dulu kusimpan di sini. 🙂

Depok, 5 Februari 2017.

2 Comments

Filed under Diversity and Peace Building

Million Years Ago

Sudah hari ke-17 di bulan Januari. Detik bergulir cepat sekali. Lagu di komputerku masih sama sejak tanggal pertama, “Million Years Ago”. Lagu ini digubah dan dinyanyikan oleh Adele. Namun, konon sangat mirip dengan lagunya Ahmet Kaya yang berjudul Acilara Tutunmak, penyanyi dari Turki. Ahmet menciptakan lagu ini jauh lebih duluan. Jadi, Adele dianggap plagiat. Mau googling kapan tahun pastinya lagu Ahmet diciptakan kok malas. Haha.

Aku tahu lagu ini berawal dari percakapan dengan seseorang di Turki. Lalu, ini menjadi lagu kebangsaanku di bulan ini. :p

Ini versi Ahmet Kaya:

Ini versi Acoustic cover oleh Emir

Ini versi Violin Cover. Awas lirikan masnya! Haha.

Ini liriknya:

I only wanted to have fun
Learning to fly…
Learning to run…
I let my heart decide the way
When I was young…
Deep down I must have always known
That is would be inevitable
To earn my stripes I’d have to pay!
And bear my soul

I know I’m not the only one
Who regrets the things they’ve done
Sometimes I just feel it’s only me
Who can’t stand the reflection that they see
I wish I could live a little more
Look up to the sky, not just the floor

I feel like my life is flashing by
And all I can do is watch and cry
I miss the air, I miss my friends
I miss my mother; I miss it when
Life was a party to be thrown
But that was a million years ago
When I walk around all of the streets
Where I grew up and found my feet
They can’t look me in the eye
It’s like they’re scared of me
I try to think of things to say
Like a joke or a memory
But they don’t recognize me now
In the light of day…

I know I’m not the only one
Who regrets the things they’ve done
Sometimes I just feel it’s only me
Who never became who they thought they’d be
I wish I could live a little more
Look up to the sky, not just the floor
I feel like my life is flashing by
And all I can do is watch and cry
I miss the air, I miss my friends
I miss my mother, I miss it when
Life was a party to be thrown
But that was a million years ago

A million years ago!

Leave a comment

Filed under Conservation

Berteman Saja

Sekian waktu lalu seorang temanku D (perempuan), menghubungiku lewat Messenger. Dia ngajak menggosip. Eh. Maksudku cerita nggambleh ini itu. Mempererat pertemanan.

Kami seumuran dan sama-sama belum menikah. Obrolan tak lepas dari soal pernikahan. D sudah punya pacar dan sedang dalam persiapan pernikahan. Sedangkan aku? Masih sama seperti tahun lalu, jomblo. Hiks. Haha. Tapi kusampaikan pada temanku, “aku rencana nikah tahun ini (2017). Tapi mbuh karo sopo.” 😀

“Nek semeleh mbuh kr sapa ki biasanya mak bedunduk mencungul dewe,” respon D. Amiin.

“Tenang aja Lel. Tar ga diduga pasti muncul orangnya. Siapa dia? A****. Ehhhh.” lanjut D menyebut sebuah nama. D ini suka meledekku agar berjodoh sama A. Ini bercanda saja karena dia tahu kalalu aku dan A selalu bertengkar dan sering salah paham. Kalau sampai kelak aku akhirnya menikah dengan A, D adalah orang pertama yang akan ngakak dan memberi selamat sekeras mungkin. Hihi.

A itu memang temanku, bagiku teman kesayangan, tapi bukan untuk dijadikan calon suami. Cara pandang dan ideologi kami banyak bertentangan. Ini bisa merepotkan di masa mendatang.

Contoh saja. Kalau kelak punya anak, aku akan mengajari anak-anakku salat, sedangkan A tidak. Kenapa tidak? Karena bagi A salat tidak ada gunanya.

Aku tahu gunanya salat itu untuk berdialog dengan Tuhan dan menenangkan diri. Juga untuk menjauhkan dari perbuatan keji dan mungkar.

Lalu A akan membantah, apakah berdialog dengan Tuhan harus dengan salat? Apakah menenangkan diri harus dengan salat? Kujawab tidak harus. Kalau dijawab “harus”, akan ditanya lagi kenapa harus. Gitu terus sampai kiamat.

Selanjutnya akan didebat apakah salat pasti menjauhkan dari perbuatan keji? Kenapa ada orang salat tapi tetap berbuat keji? Gitu terus sampai bumi bulat berubah jadi datar. Eh.

A itu sebenarnya sosok yang baik, kritis, banyak tanya, cuma aku juga bisa lelah dengan pertanyaan-pertanyaannya. Belakangan perdebatan kami sudah semakin mereda. Pertanyaan-pertanyaan teologis begitu bagiku sudah selesai. Bagi A sepertinya dia belum selesai.

Meski begitu, aku patut berterima kasih atas kehadiran A dalam perjalananku. Bagaimanapun dia pernah mengisi hari-hariku dengan semangat tertentu, dengan perdebatan, diskusi, curhat, dan berbagi. Semoga pertemanan aku dan A selalu terjaga baik seterusnya. Amiin. ❤

Depok, 17 Januari 2017

Leave a comment

Filed under Activities

Cari Pasangan Haruskah Seagama?

Sekian waktu lalu seorang teman bertanya apakah aku membuka kemungkinan menikah beda agama? Ini pertanyaan menarik.

Pada dasarnya selama ini dalam memilih jodoh aku tidak membatasi harus sesama muslim. Sebagai muslim, aku menganut tafsir boleh menikah beda agama. Dalam Islam memang ada perbedaan penafsiran terkait boleh tidaknya menikah beda agama. Ada ulama yang berpendapat tidak boleh menikah beda agama, mutlak harus sesama muslim. Ada pendapat yang membolehkan dengan syarat perempuannya ahli kitab, misal si perempuan Katholik taat. Dan, ada yang membolehkan menikah beda agama, meskipun si lelakinya nonmuslim. Ketiganya memiliki dasar syariat masing-masing. Aku tidak ingin berdebat soal itu.

Aku pribadi membuka hati untuk siapapun yang bisa saling jatuh cinta tanpa membatasi agamanya. Bahkan, untuk yang tidak beragama, atheis, agnostik, atau bahkan Deis.

Aku pernah membuka hati pada seorang lelaki beda agama, seorang protestan. Konsekuensinya, ada nilai-nilai yang harus disampaikan apakah bisa mencapai kesepakatan yang sama. Misal, seandainya kami menikah, tidak ada masakan babi dan wine di rumah, apakah dia bersedia? Seandainya dalam sebuah perjalanan bersama, aku akan sering meminta berhenti untuk salat, apakah dia bisa memahami tanpa keberatan? Saatnya berpuasa Ramadhan atau sunnah, apakah dia bisa sepenuhnya mendukung? Intinya apakah dia bisa menerima segala hal caraku beragama? Sepertinya dia bisa menerima. Begitu juga aku bisa menerima caranya menjalankan agamanya.

Tapi hubungan kami tidak bisa lanjut karena ada nilai-nilai dasar yang tidak ketemu. Soal itu, aku tidak bisa membaginya di sini. Yang jelas bukan karena agamanya beda denganku. Kami jauh lebih baik bersahabat saja. Itu kami sadari bersama. Jadi, perpisahan itu kami terima dengan lapang dada. 🙂

Aku juga pernah coba membuka hati pada orang yang tak beragama. Tadinya dia muslim. Dia memiliki poin kebaikan di mataku karena sensitif terhadap penderitaan orang lain dan dia juga berprestasi. Dan tentu saja baik padaku. Tapi, ada prinsip-prinsip hidupnya yang aku tidak sepaham, tidak bisa kusebutkan di sini. Selain itu, aku tidak bisa menerima dia yang di mataku kurang matang dalam mengkritik Islam dan mengkritik orang beriman. Ia mungkin mengalami kekecewaan terhadap perilaku orang-orang beriman. Aku juga sebenarnya banyak kecewa dengan muslim bigot. Tapi aku tak kehilangan kepercayaan pada indahnya pesan-pesan mulia dalam Islam.

Dia memang menghargai aku yang salat, puasa, percaya Alquran, dll. Tapi di sisi lain, dia menganggap bodoh orang yang mempercayai Nabi Muhammad, Yesus, Quran, Injil, dll. Intinya dia menganggap bodoh orang beriman. Aku melihat ini bisa menjadi masalah besar nantinya. Tapi mungkin seiring waktu ia terus belajar, ia akan makin matang dalam mengekspresikan kritikannya pada orang beriman. Aku tidak berharap dia menjadi beriman, tak beragama pun tak apa-apa.

Agama memang salah satu jalan orang mencari sumber kebaikan. Tapi untuk menjadi orang baik, menurutku orang tidak harus menganut agama. Banyak orang di luar sana tak beragama mampu menghayati semesta dengan baik, bisa bermanfaat untuk sesama. Nilai-nilai moral bisa digali dengan nurani, rasa, dan pikiran rasional. Tidak melalu dari agama.

Kalau kemudian aku tak lagi membuka hati untuknya karena ada cara pandang prinsipil yang sangat berbeda. Intinya bukan karena dia tak menganut beragama, tapi cara pandangnya terhadap nilai-nilai tertentu yang menurutku bikin nggak nyaman. Oh ya, yang dimaksud membuka hati tidak berarti pacaran, tetapi proses mengenal lebih dalam.

Tapi bagiku pribadi, agama sangat penting untuk diriku sendiri, juga penting untuk anakku kelak. Aku sudah merasakan langsung kebaikan nilai-nilai agama. Yang membuatku lebih bernyawa dalam memaknai hidup.

Pada akhirnya, aku berpendapat bahwa aku akan memilih pasangan yang bisa menghargai cara pandangku, prinsip hidupku, dan caraku beragama. Begitu juga sebaliknya. Memilih pasangan sesama muslim, menurutku lebih baik. Tapi, tetap ada catatan muslim yang seperti apa.

Aku tidak suka muslim fanatik. Tidak suka muslim yang suka kepedean menceramahi dan menasehati orang atas agama. Tidak suka muslim yang suka menuding kelompok lain sesat, fasik, dan kafir. Tidak suka muslim yang beragama secara dangkal.

Aku suka muslim yang berpikiran terbuka, progresif, dan memegang prinsip-prinsip kebaikan dan kemanusiaan. Intinya mencari pasangan yang bisa saling nyaman menjalani hidup bersama. Dan, keuntungan lain memilih pasangan sesama muslim adalah dia akan lebih mudah diterima di keluarga besarku. 🙂

Oh ya, aku pernah menulis di catatan Facebook soal apakah ada kemungkinan menikah beda agama. Seandainya di dunia ini hanya tersisa dua lelaki single, yaitu Choky Sitohang yang Kristiani dan Ustad Solmed yang Muslim, aku memilih menikah dengan Choky. Hihi. Tapi nggak mungkin kan di dunia ini tinggal tersisa dua lelaki saja?

Demikian pandanganku tentang memilih pasangan kaitannya dengan agama. 🙂

Depok, 12 Januari 2017

Leave a comment

Filed under Activities, Lifestyle

Energi Baru

Belakangan kurasakan energi baru, dari teman yang kukenal di Facebook. Ini energi nyata. Dunia maya kini bagian dari dunia nyata sebab kita berbagi kenyataan di sana.

Berteman dengannya di Facebook sudah sekian tahun, tapi entah kenapa baru kusadari kehadirannya belakangan. Mungkin karena selama ini postingannya jarang muncul di beranda, jadi kami seperti baru kenal saja. Meski begitu, dia tak benar-benar asing bagiku. Banyak temannya temanku juga. Lingkarannya lingkaranku juga. Jadi, lebih mudah untuk saling membuka diri.

Bermula dari sekian potong percapakan, mengantarkan aku pada ruang-ruang buah pikirannya. Membaca perjalanan, catatan, dan karyanya memang inspiratif. Dia sungguh-sungguh dalam menekuni literasi. Kemudian dari situ dia meraih pencapaian-pencapain sangat berharga. Ini membangunkan kesadaranku agar sungguh-sungguh lebih menekuni hal-hal yang kusuka. Aku belakangan merasa sedang berjalan lambat, bahkan kadang berasa berjalan di tempat. Aku bukannya tak mampu lagi melaju, tapi aku sedang terbelenggu kemalasanku. Maka kedatangan energi baru bagiku itu sesuatu. Ini berarti membaharui.

Selain itu, secara ideologi, dia seorang muslim progresif dan berpikiran terbuka. Cocoklah dengan ideologiku. Yuhu! Energi ini akan bertumbuh lagi menjadi apa, aku tidak tahu pasti. Aku senang sekaligus khawatir. Senang karena energi ini menghidupkan harapan, khawatir karena aku bisa jatuh hati lalu berakhir patah lagi. Eh, kejauhan ya mikirnya.

Kutuliskan pikiranku di sini sebagai caraku menghargai bahwa kehadiran energi kebaikan sekecil apapun itu sungguh berarti.

Depok, 12 Januari 2017

Leave a comment

Filed under Activities

Perpisahan di Bandara Beirut

Sekian bulan belakangan jarang nulis di sini, aku lebih banyak curhat di Facebook. Menulis apa yang kita alami, pikirkan, dan rasakan membantu mengabadikan kenangan dan mengubah energi negatif menjadi positif. Karena itu rencanaku ke depan akan lebih sering hadir mengisi halaman ini.

Abadikan Kenangan

Di sini dan di Facebook tentu berbeda, salah satunya di sini tidak banyak yang berkomentar. Bukan berarti aku tak suka dikomentari, hanya saja kadang aku ingin lebih sunyi.

Saat membuka kembali tulisan masa lalu, kurasa aku perlu berterima kasih pada diri sendiri yang telah mengikat kenangan, jika hanya disimpan dalam pikiran kelak satu persatu akan retak. Di sisi lain, juga menertawai kekonyolan-kekonyolan caraku mengekpresikan pikiran.

Barusan aku membuka tulisan tahun lalu di fitur “Note” di Facebook. Curhatku yang pernah naksir salah satu teman di program Libanon. Ya ampun, ingat itu antara haru, lucu, dan (agak) malu. 🙂 Tapi, aku hargai perjalanan sejarahku sendiri. Aku menghargai perasaan-perasaanku yang pernah hadir untuk siapapun. Juga, perasaan-perasaan mereka yang pernah hadir untukku.

Saat menengok hatiku kali ini, aku sudah tak naksir dia lagi. Kok bisa perasaan itu menghilang? Aku yang mematikannya sendiri. Aku tidak menghidupkan perasaanku padanya lagi karena aku tahu itu seperti angan yang kejauhan. Aku mungkin cuma kagum dan naksir, tapi tak ingin memiliki. Tepatnya, tak sanggup memiliki. Aku dan dia jauh terpisah sekian samudera. Lagipula, selama ini dia tak tahu isi hatiku. Haha. Jika boleh berangan, aku ingin menikah dengan orang Indonesia saja. Dan, yang lebih mendasar adalah  kehidupan yang bahagia dan bisa dekat dengan keluarga. Syalalalah. 😀

Aku percaya setiap kehadiran adalah pertanda dari alam agar mengambil pelajaran. Perkenalanku dengan teman-teman lelaki dari Timur Tengah setidaknya mengubah persepsiku tentang lelaki Arab. Yang kutemui jauh lebih baik dari yang kusangka sebelumnya.

Meskipun ada satu orang yang menurutku centil (pernah menggodaku hingga bikin nggak nyaman–tak akan kusebut nama), tapi selebihnya tidak begitu. Aku bisa merasakan kebaikan yang tulus dari kebanyakan mereka, berasa seperti saudara.

Salah satu lelaki tulus itu adalah seorang teman dari Kuwait. Saat kali pertama lihat foto di kelas online, wajahnya terkesan kurang bersahabat. Tapi saat ketemu langsung, aura kebaikan dan ketulusan terpancar. Dia juga jauh lebih ganteng dari fotonya. Kuingat dia yang salatnya paling tepat waktu. Dengan senang hati dia membagi catatan bahasa Inggrisnya denganku. Sedangkan teman lain mencatat dalam bahasa Arab. Dari kebaikannya saat itu entah kenapa aku menilai inilah keindahan Islam.

Dia bukan orang yang kutaksir. Aku menganggapnya seperti saudara. Aku ingat percakapan kami saat mau naik bus ketika tour ke Tyre. Dia cerita pernah ke Jakarta dan suatu saat akan berkunjung ke Jakarta lagi.
“Of course I will come to Jakarta again. Now, I have family in Jakarta,” kata dia berbalut senyum.
“Oh good, you have family in Jakarta,” responku bernada senang juga.
“You. I mean, now we are family,” jawabnya sambil tertawa. Aaah iya kita kan saudara. Saat itu seingatku usai makan siang di Saida.

Saatnya pulang, dari hotel Alhamra ke bandara Alhariri di Beirut aku satu taksi dengan Sana, perempuan berdarah Mesir. Sana selama ini tinggal di Amerika untuk studi, tapi kali ini balik ke Uni Emirat Arab (UEA) ke rumah saudara. Saat menunggu di Bandara Beirut, di belakang kami muncul Badr, lelaki kece dari Kuwait tadi.

Mas Kuwait menawari kami berdua ke kafe dulu, dia bilang akan nraktir. Aku nggak bisa karena aku khawatir ketinggalan pesawat, aku ingin segera boarding. Aku khawatir karena sebelumnya di bandara aku diperiksa lebih lama dari penumpang lainnya. Sebab wajahku bukan Arab. Hiks.

Sana satu pesawat denganku ke Dubai, sedangkan Mas Kuwait beda jam penerbangan. Mbak Mesir meyakinkan aku kalau pesawat masih lama meskipun boarding sudah dibuka. Tapi aku tetap khawatir, aku nggak mau ingin ada masalah di negara orang, ingin cepat-cepat melewati pemeriksaan keamanan bandara dengan tenang. Akhirnya Mbak Mesir mengikutiku dan kami terpaksa nggak jadi nongkrong di kafe bareng Mas Kuwait. Ternyata tidak ada pemeriksaan tambahan buatku. Aku jadi merasa bersalah sama Sana karena kami menunggu lama di ruang tunggu boarding. Aku meminta maaf padanya, dia bilang tak mengapa.

Oh ya, sebelum masuk pintu boarding, saat mau berpisah, kami tempel pipi kanan kiri dan peluk persahabatan dengan Mas Kuwait. Lalu kami selfie bertiga sebelum benar-benar berpisah. Di situlah rasa persaudaraan (sesama muslim) begitu terasa. Entah kapan lagi bisa bertemu. Mas Kuwait terbang ke Amerika untuk menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas Harvard. Mbak Mesir ke UEA ke rumah kerabatnya. Sedangkan aku kembali ke tanah air.

Berinteraksi dengan mereka banyak kisah-kisah kecil yang terekam di ingatan merasakan indahnya persaudaraan dalam Islam. Mereka anak-anak muda Muda yang berpikir liberal dan memperjuangkan perdamaian masyarakat dan dunia. Dalam satu dua hal kami memang berbeda pendapat, tapi secara keseluruhan niat kami sama, membangun perdamaian dan melawan ektremis kekerasan. Dari 30 peserta, muslim dari berbagai madzab dan 3 nonmuslim. Kami semua belajar memahami kembali teks Alquran dan hadits untuk dasar membangun perdamaian. Di balik carut marut wajah Islam, aku senantiasa percaya bahwa Islam yang sejati adalah yang membawa rahmat atau kasih sayang untuk semua umat manusia.

Merekatkan kenangan satu tahun lalu.
Depok, 11 Januari 2017

Leave a comment

Filed under Activities, Diversity and Peace, Lifestyle